Senin, 19 Oktober 2009

Alam Macam/Jenis Perlindungan Flora Dan Fauna / Hewan Dan Tumbuhan - Metode

flora-fauna

Flora dan fauna adalah kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan sangat berguna bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya di bumi. Untuk melindungi binatang dan tanaman yang dirasa perlu dilindungi dari kerusakan maupun kepunahan, dapat dilakukan beberapa macam upaya manusia dengan Undang-Undang, yaitu seperti :

1. Suaka Margasatwa
Suaka margasatwa adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang hampir punah. Contoh : harimau, komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.

2. Cagar Alam
Pengertian/definisi cagar alam adalah suatu tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun binatang yang hidup di dalamnya yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan di masa kini dan masa mendatang. Contoh : cagar alam ujung kulon, cagar alam way kambas, dsb.

3. Perlindungan Hutan
Perlindungan hutan adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga dari kerusakan. Contoh : hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain sebagainya.

4. Taman Nasional
Taman nasional adalah perlindungan yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang meliputi sarana dan prasarana pariwisata di dalamnya. Taman nasional lorentz, taman nasional komodo, taman nasional gunung leuser, dll.

5. Taman Laut
Taman laut adalah suatu laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dsb. Contoh : Taman laut bunaken, taman laut taka bonerate, taman laut selat pantar, taman laut togean, dan banyak lagi contoh lainnya.

6. Kebun Binatang / Kebun Raya
Kebun raya atau kebun binatang yaitu adalah suatu perlindungan lokasi yang dijadikan sebagai tempat obyek penelitian atau objek wisata yang memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih hidup.

Persebaran Flora dan Fauna

A. Penyebab Persebaran

1. Tekanan Populasi, semakin banyak /bertambahnya populasi akan menyebabkan kebutuhan akan persediaan bahan makanan menjadi semakin sulit dipenuhi sehingga menyebabkan migrasi.
2. Persaingan, ketidakmampuan fauna dalam bersaing dalam memperebutkan wilayah kekuasaan dan bahan makanan yang dibutuhkan juga mendorong terjadinya migrasi ke daerah lain
3. Perubahan Habitat, berubahnya lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan menjadi merasa tidak cocok untuk terus menempati daerah asal.

B. Sarana Persebaran

1. Udara, dengan media udara fauna dapat bermigrasi dari kekuatan terbang sedangkan flora dapat menggunakan angin untuk bermigrasi dari berat-ringannya benih.
2. Air, kemampuan fauna dalam berenang terutama hewan-hewan air menyebabkan perpindahan mudah terjadi. Benih tumbuhan dapat terangkut dan berpindah tempat dengan menggunakan media aliran air sungai atau arus laut.
3. Lahan, hampir semua fauna daratan menggunakan lahan sebagai media untuk berpindah tempat.
4. Pengangkutan Manusia, baik secara sengaja ataupun tidak manusia dapat menyebabkan perpindahan flora dan fauna.

C. Hambatan (barier) Persebaran

1. Hambatan Iklim, keadaan iklim terutama yang bersifat ekstrim dapat dapat menghambat persebaran misalnya kondisi temperatur, kelembaban udara dan curah hujan.
2. Hambatan Edafik (tanah), tanah sangat berpengaruh bagi tanaman/tumbuhan karena sangat memerlukan unsur-unsur penting dalam tanah yaitu unsur hara, udara, kandungan air yang cukup. Lapisan tanah yang tipis dan keras membuat hewan-hewan yang terbiasa menggali tanah dan bertempat tinggal di dalam tanah memilih mencari daerah yang lapisan tanahnya tebal dan gembur.
3. Hambatan Geografis, bentang alam muka bumi dapat menghambat persebaran flora dan fauna seperti samudera, padang pasir, sungai dan pegunungan.
4. Hambatan Biologis, kondisi lingkungan yang cocok untuk hidup serta persediaan bahan makanan yang melimpah menjadi faktor penghambat flora dan fauna dalam bermigrasi. Hal ini berkaitan dengan kecocokan dengan kondisi alam.

FLORA DAN FAUNA TERLANGKA

1. Bunga Bangkai (rafflesia arnoldi)

Ditemukan oleh rombongan Sir Stamfort (gubernur East Indi Company di Sumatera dan Jawa) dan Dr. Joseph Arnord, seorang naturalis yang mengadakan ekspedisi di Bengkulu pada tanggal 20 Mei 1818. Kedua nama tersebut diabadikan menjadi nama latin bungan ini oleh Robert Brown.

Indonesia dilimpahi dengan kekayaan hayati yang tiada taranya. Hutan yang terbentang di belasan ribu pulau mengandung berbagai jenis flora dan fauna, yang kadang tidak dapat dijumpai di bagian bumi lainnya dan merupakan salah satu negara Mega Biodiversity (kekayaan akan keanekaragaman hayati ekosistem, sumberdaya genetika, dan spesies yang sangat berlimpah). Tidak kurang dari 47 jenis ekosistem alam yang khas sampai jumlah spesies tumbuhan berbunga yang sudah diketahui, sebanyak 11 % atau sekitar 30.000 jenis dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia.

Sayangnya, banyak jenis tumbuhan tertentu, mengalami kepunahan.
Sampai saat ini, Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta tiga cabangnya (Kebun Raya Cibodas,Purwodadi, dan Bedugul Bali) baru mengoleksi 20 % total jenis tumbuhan yang ada di Indonesia. Koleksi anggrek kurang dari 5 % yang ada di Kawasan Timur Indonesia. Untuk jenis durian saja, Indonesia memiliki puluhan jenis, talas ada 700-an jenis, yang semuanya sangat potensial untuk dikembangkan. Menurut data base yang ada, terdapat 2 juta spesies tumbuhan di dunia dan 60%nya ada di Indonesia. Pemerintah kini terus berupaya untuk menyelamatkan berbagai kekayaan Sumbar Daya Alam berupa tumbuhan langka yang bermanfaat bagi manusia melalui usaha memperbanyak kebun raya, taman nasional, cagar alam dan daerah-daerah konservasi di seluruh Indonesia.

Tidak bisa dibayangkan banyaknya jenis tumbuh-tumbuhan atau flora di dunia ini. Sampai saat inipun banyak kalangan ilmuwan yang berpendapat bahwa belum semua jenis flora yang ada di bumi telah dikenali.

Seperti halnya hewan, jenis-jenis flora sangat ditentukan oleh lingkungan spesifiknya yang disebut juga sebagai habitat. Dengan bantuan manusia, beberapa diantara tumbuh-tumbuhan ini tersebar luas ke berbagai belahan bumi, sehingga ada jenis yang bisa ditemui di banyak negara, dan adapula yang hanya dapat ditemui di habitat asalnya.

Kerusakan lingkungan yang terjadi telah menghancurkan banyak habitat-habitat tumbuhan yang menyebabkan punahnya jenis-jenis tumbuhan tertentu, sehingga turut mempengaruhi kehidupan hewan dan penduduk yang tinggal diatasnya.



2. ELANG LAUT PUNGGUNG HITAM (Thalassarche melanophrys)

Malang benar nasib elang laut punggung hitam. Populasinya terus menyusut karena terjaring secara tak sengaja oleh mata pancing nelayan. Ia pun sering ditemukan mati akibat pemakaian pukat penangkap ikan.

Pada tahun 2002 populasinya tinggal 3 juta ekor. Sejak itu, ia mulai masuk dalam kategori hewan yang dilindungi. Selang setahun, elang laut punggug hitam sudah teridentifikasi sebagai binatang yang hampir punah. Sebanyak 21 spesies elang laut lainnya juga hidup dalam ancaman kepunahan.

Elang laut punggung hitam mengandalkan binatang air berkulit keras seperti kepiting dan udang sebagai pengisi perut. Ia juga menyukai ikan dan cumi-cumi. Kalau sedang sulit mencari mangsa, bangkai dan sampah pun disantapnya.

Binatang ini biasa membuat sarang di lereng-lereng yang curam. Sesekali, daratan datar di tepian pantai juga dijadikannya sebagai rumah. Ia hidup secara berkoloni. Seluruh tempat bermukimnya telah dijadikan sebagai area yang dilindungi. Ini dilakukan agar perkembangbiakan elang laut ini tetap terjaga. Langkah itu sangat penting mengingat perkembangbiakan burung ini cenderung menurun.
Burung bertubuh putih dan bersayap hitam ini paling banyak ditemui di Kep. Falkland, Malvinas. Kep. Campbell, Antipodes, dan Snares (Selandia Baru) juga merupakan sarang elang laut punggung hitam. Selain itu, Islas Diego Ramirez (Chili), Georgia Selatan, dan selatan Kep. Sandwich, Kep. Crozet dan Kerguelen, Kep. Heard dan McDonald, serta Kep. Macquarie (Australia).

Untuk menjaga elang laut punggung hitam dari kepunahan, organisasi konservasi BirdLife International membuat kampanye penyelamatan. Para nelayan dihimbau untuk menerapkan cara pemancingan dan penangkapan ikan yang lebih bersahabat dengan elang laut. Salah satunya ialah dengan menghindari pemakaian pukat.



3. JALAK BALI (Lencopsar rothcshildi)ssions.

Dulu, alam indah Pulau Bali adalah surga bagi Jalak Bali. Di sinilah tempat mereka terbang bebas mencari makan dan bersarang. Sebab, Jalak Bali tidak mengenal daerah lain sebagai tempat tinggal.

Sayangnya, belakangan hutan dan savana Bali tidak lagi aman untuk tempat bernaung bagi burung yang pernah menjadi maskot Provinsi Bali ini. Pembukaan lahan untuk ladang dan pertanian membuat pohon sulit ditemui. Padahal, Jalak Bali tidak bisa beradaptasi bersarang di tempat lain, selain lubang bekas sarang burung pelatuk. Di samping itu, perburuan yang tidak terkendali, pemasangan jebakan, dan penembakan liar terus mendera Jalak Bali. Binatang pemakan serangga dan buah ini pun terancam punah.

Di tahun 2001, menurut laporan access Bali online, hanya ada tujuh ekor burung Jalak Bali yang hidup bebas di Taman Nasional Bali Barat. Sementara itu, 230 ekor lainnya hidup di dalam kandang pembiakan di Amerika Utara. Inggris malah berhasil memelihara 520 ekor Jalak Bali.

Jalak Bali termasuk burung yang paling diminati di pasar gelap. Ketiadaannya di alam bebas membuat harga burung yang dikenal dengan nama Bali Starling ini melonjak tinggi. Kabarnya, seekor Jalak Bali dihargai tidak kurang dari Rp. 15 juta. Kendati sudah ada hukum yang menjerat pelaku perburuan Jalak Bali, burung ini tetap saja berada dalam kondisi yang terancam.

Sebetulnya, menurut para pecinta burung, Jalak Bali tidak terlalu spesial. Mereka mengaku keindahan burung ini tidak tercermin dari suaranya. Bulunyalah yang menjadi daya tarik Jalak Bali.

Burung ini berbadan putih. Sementara itu, ujung sayapnya dihiasi warna hitam. Di pipinya, terdapat pola berwarna biru membingkai matanya. Burung ini biasa bersarang berpasangan. Pada zaman dahulu, dalam satu kawanan biasanya terdapat 30 sampai 60 burung


Sumber : Flora dan Fauna Indonesia

Sabtu, 17 Oktober 2009

Flora dan Fauna

Persebaran Flora & Fauna di Indonesia

Wilayah Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman sumber daya hati baik yang terdapat di darat, laut maupun udara. Keanekaragaman flora dan fauna tersebut mendorong pada peneliti dan pecinta alam datang ke Indonesia untuk meneliti flora dan fauna.

  1. Persebaran Flora (dunia tumbuhan) di IndonesiaTumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu tempat ada yang tumbuh secara alami dan ada juga yang dibudidayakan oleh manusia. Flora ataua dunia tumbuhan di berbagai tempat di dunia pasti berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
    • Iklim
    • Jenis tanah
    • Relief atau tinggi rendah permukaan bumi
    • Biotik (pengaruh makhluk hidup).

    Adanya faktor-faktor tesebut, Indonesia memeliki keanekara- gaman jenis tumbuh-tumbuhan. Iklim memiliki pengaruh yang sangat besar terutama suhu udara dan curah hujan. Daerah yang curah hujannya tinggi memiliki hutan yang lebat dan jenis tanaman lebih bervariasi, misalnya: di Pulau Sumatera dan Kalimantan

    Sedangkan daerah yang curah hujannya relatif kurang tidak memiliki hutan yang lebat seperti di Nusa Tenggara. Daerah ini banyak di tum- buhi semak belukar dengan padang rumput yang luas.

    Suhu udara juga mempengaruhi tanaman yang dapat hidup di suatu tempat. Junghuhn telah membuat zonasi (pembatasan wilayah) tumbuh- tumbuhan di Indonesia sebagai berikut :

    • Daerah panas (0 – 650 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah kelapa, padi, jagung, tebu, karet.
    • Daerah sedang ( 650 – 1500 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah kopi, tembakau, teh, sayuran.
    • Daerah sejuk ( 1500 – 2500 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah teh, sayuran, kina, pinus.
    • Daerah dingin (di atas 2500 meter) tidak ada tanaman budidaya

    Beberapa jenis flora di Indonesia yang dipengaruhi oleh iklim antara lain sebagai berikut :

    • Hutan Musim, terdapat di daerah Indonesia yang memiliki suhu udara tinggi dan memiliki perbedaan kondisi tumbuhan di musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau pohonnya akan meranggas dan pada musim hujan akan tumbuh hijau kembali. Contoh hutan mu- sim ialah hutan jati dan kapuk randu. Hutan musim banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
    • Hutan Hujan Tropis, terdapat di daerah yang curah hujannya tinggi. Indonesia beriklim tropis dan dilalui garis khatulistiwa sehing- ga Indonesia banyak memperoleh sinar matahari sepanjang tahun, curah hujan tinggi dan temperatur udara tinggi. Di Indonesia hutan hujan tropis terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
    • Sabana, terdapat di daerah yang curah hujannya sedikit. Sabana beru- pa padang rumput yang diselingi pepohonan yang bergerombol. Sabana terdapat di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
    • Steppa, adalah padang rumput yang sangat luas. Stepa terdapat di daerah yang curah hujannya sangat sedikit atau rendah. Stepa terda- dapat di Nusa Tenggara Timur, baik untuk peternakan.
    • Hutan Bakau atau Mangrove, adalah hutan yang tumbuh di pantai yang berlumpur. Hutan bakau banyak terdapat di pantai Papua, Sumatera bagian timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.


    Jenis-jenis hutan yang dipengaruhi iklim antara lain
    (a). Hutan Hujan Tropis, (b). Sabana, (c). Steppa, (d). Hutan Mangrove

  2. Persebaran Fauna (dunia hewa) di Indonesia)Keanekaragaman dan perbedaan fauna di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan alam, gerakan hewan dan rintangan alam. Fauna atau dunia hewan di Indonesia digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan pengelompokan oleh Alfred Russel Wallace dan Max Wilhelm Carl Weber. Secara ringkas tiga kelompok fauna di Indonesia adalah ebagai berikut :
    • Fauna tipe Asiatis, menempati bagian barat Indonesia sampai Selat Makasar dan Selat Lombok. Di daerah ini terdapat berbagai jenis hewan menyusui yang besar seperti gajah, harimau, badak, beruang, orang utan.
    • Fauna tipe Australis, menempati bagian timur Indonesia, meliputi Papua dan pulau-pulau sekitarnya. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kangguru, burung kasuari, cendrawasih, kakaktua.
    • Fauna Peralihan dan asli, terdapat di bagian tengah Indonesia, meliputi Sulawesi dan daerah Nusa Tenggara. Di daerah ini terdapat jenis hewan seperti kera, kuskus, babi rusa, anoa dan burung maleo.

Flora & Fauna

Maleo

Flora Dan Fauna Indonesia

Flora & Fauna
Identitas Indonesia


Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam hayati yang tinggi dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan sumberdaya alam hayati menjadi tumpuan baru bagi pembangunan nasional selain penggunaan sumberdaya alam takterbarukan seperti minyak bumi dan gas alam.

Kemajuan pembangunan nasional terus berlanjut menuju era industrialisasi, sementara itu pemantauan mutu lingkungan memerlukan perhatian khusus sebagai dampak dari sisi lain pembangunan nasional, meskipun Indonesia telah menganut azas pemanfaatan secara lestari namun kerusakan lingkungan akibat pembangunan tidak dapat dihindarkan.

Upaya pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam hayati tidak dapat terlepas dari UUD 1945, khususnya Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat". Pengertian dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tidak berarti pemanfaatannya dilakukan dengan semena-mena namun juga harus memperhatikan aspek-aspek keserasian, keselarasan, keseimbangan, keadilan yang merata dan berkelanjutan, baik bagi generasi masa kini maupun yang akan datang.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk tetap menjaga keutuhan dan keberlanjutan dari sumberdaya alam hayati yang dapat terperbarukan sebagai tumpuan pembangunan saat ini, sehingga daya dukung lingkungan tetap seimbang. Ditetapkannya Undang-undang No.4 Tahun 1982 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang­undang No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam. Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragam Hayati), mencerminkan bahwa Pemerintah tidak mengabaikan keberadaan lingkungan yang tetap utuh dan seimbang sehingga tidak mengkhawatirkan bagi generasi penerusnya.

Sumberdaya alam hayati yang meliputi keanekaragaman flora dan fauna mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan memiliki kedudukan serta berperan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumberdaya alam hayati flora dan fauna menjadi kewajiban mutlak bagi setiap generasi.

Upaya-upaya konservasi tidak akan mendapatkan hasil seperti yang diharapkan tanpa dukungan dan peran serta aktif dari segenap lapisan masyarakat. Oleh karena itu salah satu upaya yang dianggap strategis dan efektif oleh Pemerintah adalah dengan menetapkan berbagai macam kekayaan sumberdaya alam hayati tersebut ke dalam bentuk Identitas Flora dan Fauna Daerah. Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah merupakan upaya nyata yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Dengan ditetapkannya Flora dan Fauna Identitas Daerah Tingkat I ini dapat dilanjutkan pula dengan pemilihan Flora dan Fauna di Tingkat II, Kecamatan dan Desa. Diharapkan dengan demikian akan dapat mendorong upaya-upaya perlindungan, pengawetan, serta pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya alam hayati flora dan fauna baik oleh aparat Pemerintah di Daerah maupun masyarakat secara keseluruhan sampai dengan ke Tingkat II bahkan Kecamatan dan Pedesaan.



Harimau Sumatra, subspesies harimau terkecil yang hanya ada di Indonesia

Fauna Indonesia memiliki keanekaragaman yang tinggi karena wilayahnya yang luas dan berbentuk kepulauan tropis[1]. Keanekaragaman yang tinggi ini disebabkan oleh Garis Wallace, membagi Indonesia menjadi dua area; zona zoogeografi Asia, yang dipengaruhi oleh fauna Asia, dan zona zoogeografi Australasia, dipengaruhi oleh fauna Australia[2]. Pencampuran fauna di Indonesia juga dipengaruhi oleh ekosistem yang beragam diantaranya: pantai, bukit pasir, estuari, hutan bakau, dan terumbu karang.

Masalah ekologi yang muncul di Indonesia adalah proses industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tinggi, yang menyebabkan prioritas pemeliharaan lingkungan menjadi terpinggirkan[3]. Keadaan ini menjadi semakin buruk akibat aktivitas pembalakan liar, yang menyebabkan berkurangnya area hutan; sedangkan masalah lain, termasuk tingginya urbanisasi, polusi udara, manajemen sampah dan sistem pengolahan limbah juga berperan dalam perusakan hutan.

Asal fauna Indonesia


Garis Wallace, membagi fauna Indonesia ke dua kategori

Asal mula fauna Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografi dan peristiwa geologi di benua Asia dan Australia[4]. Pada zaman purba, pulau Irian (New Guinea) tergabung dengan benua australia.

[sunting] Hughasiusilum

Nama dari benua Ausralia 12.000.000 tahun yang lalu untuk sebagai landasan benua Australia yang akan dibentuk dari batuan yang umurnya muda yaitu kurang dari 2 juta tahun.

Benua Australia membentuk superbenua yang dinamakan superbenua selatan Gondwana. Superbenua ini mulai terpecah 140 juta tahun yang lalu, dan daerah New Guinea (yang dikenal sebagai Sahul) bergerak menuju khatulistiwa. Akibatnya, hewan di New Guinea berpindah ke benua Australia dan demikian pula sebaliknya, menimbulkan berbagai macam spesies yang hidup di berbagai area hidup dalam ekosistem. Aktivitas ini terus berlanjut dua daerah ini benar-benar terpisah.

Di lain pihak, pengaruh benua Asia merupakan akibat dari reformasi superbenua Laurasia, yang timbul setelah pecahnya Rodinia sekitar 1 milyar tahun yang lalu. Sekitar 200 juta tahun yang lalu, superbenua Laurasia benar-benar terpisah, membentuk Laurentia (sekarang Amerika) dan Eurasia. Pada saat itu, sebagian wilayah Indonesia masih belum terpisah dari superbenua Eurasia. Akibatnya, hewan-hewan dari Eurasia dapat saling berpindah dalam wilayah kepulauan Indonesia, dan dalam ekosistem yang berbeda, terbentuklah spesies-spesies baru.

Pada abad ke-19, Alfred Russel Wallace mengusulkan ide tentang Garis Wallace, yang merupakan suatu garis imajiner yang membagi kepulauan Indonesia ke dalam dua daerah, daerah zoogeografis Asia dan daerah zoogeografis Australasia (Wallacea)[5]. Garis tersebut ditarik melalui kepulauan Melayu, diantara Kalimantan (Borneo) dan Sulawesi (Celebes); dan diantara Bali dan Lombok.[6] Walaupun jarak antara Bali dan Lombok relatif pendek, sekitar 35 kilometer, distribusi fauna di sini sangat dipengaruhi oleh garis ini. Sebagai contoh, sekelompok burung tidak akan mau menyeberang laut terbuka walaupun jaraknya pendek[6].

[sunting] Paparan Sunda


Gajah Kalimantan, subspesies Gajah Asia

Hewan-hewan di daerah paparan Sunda, yang meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau kecil yang mengelilinginya, memiliki karakteristik yang menyerupai fauna di Asia. Selama zaman es, setelah Laurasia terpecah, daratan benua Asia terhubung dengan kepulauan Indonesia. Selain itu, kedalaman laut yang relatif dangkal memungkinkan hewan-hewan untuk bermigrasi ke paparan Sunda. Spesies-spesies besar seperti harimau, badak, orangutan, gajah, dan leopard ada di daerah ini, walaupun sebagian hewan ini sekarang dikategorikan terancum punah. Selat Makassar, laut antara Kalimantan dan Sulawesi, serta selat Lombok, antara Bali dan Lombok, yang menjadi pemisah dari Garis Wallace, menandakan akhir dari daerah paparan Sunda.

[sunting] Mamalia

Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 381. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik daerah ini.[7] Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya. Dua spesies orangutan, Pongo pygmaeus (orangutan Kalimantan) dan Pongo abelii (orangutan Sumatra) termasuk dalam daftar merah IUCN. Mamalia terkenal lain, seperti kera berhidung panjang Kalimantan (Nasalis larvatus), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) juga sangat terancam jumlah populasinya.

[sunting] Burung

Menurut Konservasi International, sebanyak 771 spesies unggas terdapat di paparan Sunda. Sebanyak 146 spesies merupakan endemik daerah ini. Pulau Jawa dan Bali memiliki paling sedikit 20 spesies endemik, termasuk Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dan Cerek Jawa (Charadrius javanicus).

[sunting] Reptil dan Amfibia

Sebanyak 449 spesies dari 125 genus reptil diperkirakan hidup di paparan Sunda. Sebanyak 249 spesies dan 24 genus di antaranya adalah endemik. Tiga famili reptil juga merupakan endemik di wilayah ini: Anomochilidae, Xenophidiidae and Lanthanotidae. Famili Lanthanotidae diwakili oleh earless monitor (Lanthanotus borneensis), kadal coklat Kalimantan yang sangat langka dan jarang ditemui. Sekitar 242 spesies amfibia dalam 41 genus hidup di daerah ini. Sebanyak 172 spesies, termasuk Caecilian dan enam genus adalah endemik.

[sunting] Ikan

Sebanyak hampir 200 spesies baru ditemukan di daerah ini dalam sepuluh tahun terakhir. Sekitar 1000 spesies ikan diketahui hidup di dalam sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda. Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga endemik. Sumatra memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik.[8] Ikan arwana emas (Scleropages formosus) yang cukup terkenal merupakan contoh ikan di daerah ini.

[sunting] Wallacea

Wallacea merupakan daerah transisi biogeografis antara paparan Sunda ke arah barat, dan daerah Australasian ke arah timur. Daerah ini meliputi sekitar 338.494 km² area daratan, terbagi ke dalam banyak pulau kecil. Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara merupakan bagian dari daerah ini. Karena faktor geografinya, daerah ini terdiri dari banyak jenis hewan endemik dan spesies fauna yang unik.

[sunting] Mamalia

Wallacea mempunyai sejumlah 223 spesies asli mamalia. Sebanyak 126 di antaranya merupakan endemik daerah ini. Sebanyak 124 spesies kelelawar bisa ditemukan di daerah ini. Sulawesi, sebagai pulau terbesar di daerah ini memiliki jumlah mamalia yang paling banyak. Sejumlah 136 spesies, 82 spesies dan seperempat genus di antaranya adalah endemik. Spesies yang luar biasa, seperti anoa (Bubalus depressicornis) dan babi rusa (Babyrousa babyrussa) hidup di pulau ini. Sedikitnya tujuh spesies kera (Macaca spp.) dan lima spesies tarsius (Tarsius spp.) juga merupakan hewan khas daerah ini.

[sunting] Burung

Sebanyak 650 spesies burung bisa ditemui di Wallacea, 265 spesies di antaranya adalah endemik. Di antara 235 genus yang ada, 26 di antaranya merupakan endemik. Sejumlah 16 genus hanya terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Kira-kira, sebanyak 356 spesies, termasuk 96 spesies burung endemik hidup di Pulau Sulawesi. Salah satunya adalah maleo (Macrocephalon maleo), jenis burung yang terancam punah dan hanya ditemukan di sekitar Wallacea.

[sunting] Reptil dan Amfibia

Dengan 222 spesies, 99 di antaranya endemik, Wallacea memiliki jenis reptil yang sangat beragam. Di antaranya adalah 118 spesies kadal yang 60 di antaranya adalah endemik; 98 spesies ular, 37 spesies di antaranya adalah endemik; lima spesies kura-kura, dua spesiesnya merupakan endemik; dan satu spesies buaya, buaya Indo-Pasifik (Crocodylus porosus). Tiga genus endemik ular yang hanya dapat ditemukan di wilayah ini: Calamorhabdium, Rabdion, dan Cyclotyphlops. Salah satu reptil yang mungkin paling terkenal di Wallacea adalah komodo (Varanus komodoensis), yang diketahui keberadaannya hanya di Pulau Komodo, Padar, Rinca, dan tepi barat Flores.

Sebanyak 58 spesies amfibia khas dapat ditemukan di Wallacea. Sebanyak 32 spesies di antaranya adalah endemik. Ini menggambarkan kombinasi elemen katak daerah Indo-Melayu dan Australasia yang mempesona.

[sunting] Ikan

Ada sekitar 310 spesies ikan tercatat dari sungai-sungai dan danau-danau Wallacea. Sebanyak 75 spesies di antaranya adalah endemik. Walaupun masih sedikit yang dapat diketahui mengenai ikan ikan dari Kepulauan Maluku dan Kepulauan Sunda Kecil, 6 spesies diketahui sebagai endemik. Di pulau Sulawesi, ada 69 spesies yang diketahui, 53 di antaranya adalah endemik. Danau Malili di Sulawesi Selatan, dengan kedalamannya yang kompleks dan arusnya yang deras memiliki paling sedikit 15 jenis ikan telmatherinid endemik, dua di antaranya mewakili genus endemik, tiga endemik Oryzia, dua endemik halfbeaks, dan tujuh endemik gobie.

[sunting] Invertebrata

Terdapat sekitar 82 spesies kupu-kupu yang ada di daerah Wallacea, 44 spesies di antaranya adalah endemik. Sejumlah 109 spesies kumbang juga terdapat di sekitar daerah wilayah ini, 79 di antaranya adalah endemik. Satu spesies yang mengagumkan dan mungkin merupakan lebah terbesar di dunia, (Chalicodoma pluto) terdapat di utara Maluku. Serangga yang hewan betinanya bisa tumbuh sampai 4 cm ini, membangun sarang secara komunal pada sarang rayap di pepohonan hutan dataran rendah.